Suara Kupang – Tanaman rempah jenis Cendana adalah salah satu tanaman rempah yang dahulunya terkenal di Timor, NTT. Namun, tanaman ini terancam punah belakangan ini.
Kondisi ini terungkap dalam Workshop tentang Jejak Rupa Rempah yang berlangsung di Hotel Aston, Kupang, Kamis 23 Juni 2022.
Acara ini dibuka oleh Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Diplomasi Budaya, Ditjen Kebudayaan RI, Yusmawati
Sebelum acara dimulai dilakukan pembagian tempat duduk agar memudahkan jalannya workshop.
Ada kelompok historis, pola penanaman dan pola penyebaran. Dalam workshop ini ada presentasi hasil riset dan penggalian ide mural
Ada lokus khusus Cendana.
Project Manager Tim Riset, Adriana Ajeng Ngailu yang juga sebagai salah satu narasumber mengatakan, mengapa berbicara khusus Cendana, karena Cendana merupakan tanaman rempah.
“Tanaman ini sudah endemik dan ciri khas tertentu,” kata Ajeng. Sebelum memulai presentasi didahului pemutaran video singkat soal Cendana.
Dalam membedah rempah ini ada kelompok historis, pola penanaman dan pola penyebaran.
“Kita punya sejarah tentang Cendana.Kita penelitian dan mengkaji khusus soal Cendana. Kalau kita menelusuri lebih jauh soal Cendana,maka kita mengetahui seperti apa, ketika zaman penjajahan mulai dari penjajahan Portugis sampai sekarang,” jelasnya.
Dikatakan, masa Belanda juga mereka menguasai daerah Timor dan ada lokasi persinggahan untuk mengambil Cendana.
Dikatakan, Raja Sobe Sonbai berperan dalam mempertahankan soal rempah atau Cendana.
“Kenapa juga kita angkat soal Cendana, dulunya Cendana dibarter, apalagi Cendana ini mahal harganya,” kata Ajeng.
Terkait penyebaran, ia mengatakan, Cendana ini dikenal dengan nama daerah Timor,yakni Haumeni.
Selanjutnya, dari Bondowoso, Jatim, Bali, Sulawesi dan Maluku. “Tapi tanaman ini menjadi endemik di NTT.
Cendana juga nyaman dan tubuh subur di NTT,” katanya.
Sedangkan penyebaran Cendana di tanah Timor, saat ini sudah tersebar luas hampir di seluruh pulau di NTT dengan dominan di Sumba dan Timor. Bahkan, benih paling berkualitas berada di Sumba.
Sedangkan hal yang perlu dilakukan, yakni perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan berkelanjutan.
Kepala Kelompok Kerja Diplomasi Budaya, dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Dirjen Kebudayaan, Jusmiati mengatakan, workshop itu menarik karena mengambil judul Jejak Rupa Rempah.
Source : https://kupang.tribunnews.com