Simak Peta Kerawanan Pemilu di Provinsi NTT
Written by SKFM on 1 January 2024
Suara Kupang – Indeks Kerawanan Pemilu/Pemilihan (IKP) Tahun 2024 oleh Bawaslu merekam Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai daerah kategori rawan sedang dengan skor 56.57.
Bila ditinjau dari masing-masing dimensi IKP, Provinsi NTT masuk dalam kategori rawan tinggi pada dimensi kontestasi berdasarkan capaian skor 68.96.
Kerawanan Pemilu merupakan segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses Pemilu yang demokratis.
Tujuan dari IKP sebagai pemetaan potensi kerawanan daerah dan upaya proyeksi dan deteksi dini terhadap potensi pelanggaran, serta basis program strategi pencegahan pelanggaran dan sengketa Pemilu. IKP memiliki empat dimensi antara lain konteks sosial politik, penyelenggaraan Pemilu, kontestasi, dan partisipasi.
Penyusunan IKP berdasarkan basis data kejadian, pelanggaran atau gangguan yang terjadi pada Pemilu/pemilihan sebelumnya.
Konstruksi Dimensi IKP Dimensi konteks sosial politik menggambarkan situasi keamanan daerah selama Pemilu berkenaan adanya kerusuhan, intimidasi ataupun kerusakan, lalu pelanggaran netralitas dan profesionalitas oleh otoritas penyelenggara Pemilu (KPU-Bawaslu beserta jajaran), dan otoritas penyelenggaraan negara (pemerintah lokal, aparatur sipil negara, TNI dan Polri).
Dimensi penyelenggaraan Pemilu mencatat isu-isu krusial Pemilu, yakni hak memilih dalam proses pemutakhiran data pemilih yang terindikasi pelanggaran atau manipulasi, ketidakprofesionalan penyelenggara Pemilu yang merugikan kampanye calon atau kandidat, dan peristiwa pelanggaran/gangguan selama pelaksanaan pemungutan suara.
Dimensi ini merefleksikan pula keberatan, gugatan dan proses ajudikasi seperti sengketa proses dan sengketa hasil Pemilu.
Sedangkan dimensi kontestasi berisikan fenomena penolakan terhadap kandidat atau peserta Pemilu dan adanya dokumen palsu saat pencalonan. Selain itu, bentuk-bentuk pelanggaran, gangguan dan jenis malpraktIk lainnya ketika pelaksanaan kampanye.
Dimensi partisipasi menunjukkan peristiwa adanya upaya menghalangi atau menghambat pemilih dalam memberikan suara, dan ada tidaknya partisipasi dan aksi kelompok masyarakat dalam Pemilu.
Di NTT, tingginya kerawanan dalam dimensi kontestasi bukan tanpa sebab. Berkaca pada Pemilu tahun 2019 lalu salah seorang calon anggota DPRD Provinsi terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen pencalonan dan dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri SoE Nomor 61/PIDSUS/2019, tanggal 19 Agustus 2019.
Sedangkan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020 lalu calon bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua terbukti berstatus warga negara Amerika Serikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Kerawanan dimensi ini diperkuat dengan munculnya spanduk berisi penolakan terhadap salah satu bakal calon presiden di berbagai daerah di NTT seiring berjalannya tahapan Pemilu 2024.
Pada IKP level kabupaten/kota ada empat kabupaten yang teridentifikasi rawan tinggi, yaitu Malaka, Timor Tengah Selatan (TTS), Sumba Timur dan Alor.
Kabupaten Malaka sendiri berada di urutan ke- 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia kategori rawan tinggi dengan skor 76.03. Malaka terpantau rawan tinggi pada tiga dimensi sekaligus, yakni dimensi sosial politik (skor 98.57), kontestasi (skor 97.44) dan partisipasi (skor 100).
Kabupaten TTS masuk rawan tinggi pada dimensi penyelenggaraan Pemilu dengan skor 100. Lalu, Sumba Timur rawan tinggi pada dimensi konteks sosial politik dengan skor 95.87. Alor menempati urutan ke-73 Kabupaten/Kota se-Indonesia kategori rawan tinggi dengan skor 51.83.
IKP Tematik Untuk memperkuat strategi pencegahan terhadap isu-isu khusus pelanggaran/gangguan Pemilu, Bawaslu kembali meluncurkan IKP Tematik, yakni kerawanan Pemilu berdasarkan tema-tema tertentu meliputi politik uang, netralitas ASN, politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), kampanye di media sosial, dan Pemilu luar negeri.
Anggota Bawaslu Loly Suhenti mengatakan, IKP Tematik semata untuk menjawab sejumlah hal yang belum mampu terpenuhi secara detail dalam IKP besar di 2022. Provinsi NTT dan beberapa kabupaten/kota di NTT masuk kategori rawan dalam IKP tematik tersebut.
Provinsi NTT masuk urutan ke-17 dalam 29 provinsi dengan kerawanan sedang pada isu politik uang dengan skor 2,78. Kabupaten Sumba Timur menempati urutan keempat dalam 20 besar kabupaten/kota kerawanan tertinggi isu netralitas ASN dengan skor 67,31.
Kabupaten Alor dan Malaka secara berurutan berada dalam posisi ke-9 dan 10 dalam 20 kabupaten/kota paling rawan isu Politisasi SARA dengan skor 17.02 dan 13,14. Sedangkan IKP Tematik isu kampanye di media sosial mencatat Kabupaten Alor (4,37) pada posisi 11 dan Kabupaten Malaka (13,12) di posisi ke-2 dalam 20 kabupaten/kota paling rawan.
Kerawanan tindak pidana Pemilu merujuk data Sentra Gakkumdu Provinsi NTT, yakni trend kasus pidana pada Pemilu 2019 yang tersebar di beberapa kabupaten/kota memperlihatkan perkara yang dominan terjadi pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara, seperti pemberian suara lebih dari satu kali sebagaimana pasal 516 UU 7/2017 (sebanyak tiga kasus).
Selanjutnya, politik uang sebagaimana pasal 523 UU 7/2017 (tiga kasus), perbuatan yang menyebabkan peserta pemilu mendapatkan tambahan suara sesuai pasal 532 UU 7/2017 (tiga kasus) dan pemalsuan dokumen pencalonan sebagaimana pasal 520 UU 7/2017 (satu kasus).
Kemudian dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain dan memberikan suaranya lebih dari satu kali sebagaimana pasal 533 UU 7/2017 (satu kasus).
Urgensi Pencegahan Kerawanan Pemilu menurut IKP Bawaslu memberikan pandangan dan peta umum terkait segala gangguan, pelanggaran dan konflik potensial Pemilu di tanah Flobamora.
Dibutuhkan atensi khusus terhadap data kerawanan tersebut agar segala pelanggaran potensial itu tidak menjadi aktual. Perlu kesamaan persepsi dalam melihat data IKP sebagai urgensi dan sinyalemen akan pentingnya mitigasi sedini mungkin oleh pihak-pihak terkait.
Bukan hanya KPU-Bawaslu tetapi juga pemerintah daerah, TNI/Polri, semua tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan organisasi kepemudaan/masyarakat sipil berkepentingan untuk mencegah terjadi kerawanan tersebut.
Upaya pre-emtif dan preventif menjadi titik tolak para pihak untuk mengantisipasi kerawanan tersebut berdasarkan kapasitas dan kewenangan masing-masing. Pengarusutamaan pendidikan politik hingga literasi politik masyarakat bisa menjadi langkah awal yang dapat dilakukan seluruh stakeholder.
Source: Pos Kupang