Masyarakat di Sekitar Gunung Mutis Gelar Ritual Adat Tolak Pengalihan Status Cagar Alam Mutis
Written by on
Suara Kupang – Masyarakat ada Desa Noepesu dan Fatuneno, Kecamatan Miomaffo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT menggelar ritual adat di sekitar wilayah Gunung Mutis, Rabu, 30 Oktober 2024.
Ritual adat tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap peralihan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional.
Ritual adat ini diikuti oleh ratusan masyarakat adat dan sejumlah mahasiswa dan aktivis mahasiswa. Pasca menggelar ritual adat, dilakukan orasi singkat dan mendapat sambutan hangat dari semua masyarakat yang hadir.
Ritual adat tersebut dilaksanakan di dua titik yakni; di Teto Asin Desa Noepesu dan Eno Nuat, pintu masuk Gunung Mutis. Pelaksanaan ritual adat berlangsung sakral.
Ketua Lembaga Adat Desa Noepesu, Lukas Tefa mengatakan, ritual adat ini diselenggarakan sebagai simbol penolakan terhadap peralihan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional.
Ritual ini merupakan bukti kepedulian dan perhatian masyarakat adat setempat terhadap ekosistem, budaya dan kehidupan di sekitar Gunung Mutis.
Gunung Mutis, kata Lukas, merupakan rumah bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, peralihan status kawasan Gunung Mutis sesuatu yang tidak perlu dilakukan.
Sebagai penjaga sumber air di Gunung Mutis, kata Lukas, pihaknya meminta pemerintah untuk mencabut kembali Status Taman Nasional dari Gunung Mutis. Pasalnya, masyarakat setempat menolak segala bentuk eksploitasi terhadap Gunung Mutis.
Ratusan warga, lanjutnya, ambil bagian dalam ritual adat ini sebagai wujud kecintaan mereka terhadap tanah kelahiran dan warisan budaya leluhur.
Sebelumnya, gelombang penolakan datang dari sejumlah pihak. Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) Universitas Timor (Unimor) merayakan Hari Sumpah Pemuda tahun 2024 dengan cara unik. Mereka secara tegas menyatakan sikap dengan tegas menolak pengalihan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional.
Kepada POS-KUPANG.COM, Rabu, 30 Oktober 2024, Ketua Badan Legislatif Mahasiswa Unimor, Ian Obe mengatakan, mereka menolak peralihan status Cagar Alam Mutis berdasarkan surat keputusan Menteri lingkungan hidup KLHK nomor 946 THN 2024.
Menurutnya, peralihan status Cagar Alam Mutis Babnai menjadi Tamanan Nasional justru lebih berpengaruh buruk terhadap Ekosistem Gunung Mutis yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat maupun pusat peradaban masyarakat Pulau Timor.
Secara geografis, kata Ian, gunung Mutis terletak strategis di Pulau Timor. Masyarakat setempat mengganggap Mutis sebagai paru-paru Pulau Timor dan harapan hidup masyarakat Pulau Timor.
“Kita semua tahu bahwa status taman nasional tentunya akan ada pembangunan infrastruktur pelengkap guna penataan kawasan sekitar, sehingga secara tidak langsung ini akan berdampak terhadap kerusakan ekosistem, keanekaragaman hayati dan terancamnya kehidupan flora, fauna serta kita manusia,” ujarnya.
Peralihan status menjadi Taman Nasional secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan pengunjung/wisatawan, serta upaya konservasi yang ketat dapat merusak habitat alami dan keseimbangan ekosistem.
Berkaca pada kondisi hari ini, kata Ian, masyarakat krisis pangan akibat gagal panen. Hal gagal panen ini juga disebabkan disebabkan oleh kekeringan jangka panjang, krisis air bersih.
Penebangan pohon secara liar, perambahan kawasan hutan dan sejumlah faktor lainnya menjadi penyebab utama dari perubahan iklim yang tidak diharapkan.
Ia meminta pemerintah tidak menggunakan dalih pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat untuk mengalihkan status Cagar Alam Mutis.
“Lihat saja Taman Nasional Gunung Merapi di Jawa Tengah yang memicu konflik petani lokal hingga kehilangan lahan pertanian, serta hilangnya kearifan lokal masyarakat sekitar,”bebernya.
Ian mengajak semua pihak bersatu dalam satu barisan menolak keputusan ini serta selalu melestarikan lingkungan di Pulau Timor.
Source : https://kupang.tribunnews.com