Bayar Tol Tanpa Sentuh Bakal Diuji Coba Tahun Ini
Written by SKFM on 25 January 2023
Sistem pembayaran tol bakal berubah tahun ini dengan menggunakan sistem tanpa berhenti atau Multi Lane Free Flow (MLFF). Pengendara tak perlu lagi berhenti untuk sekadar tap in membayar tarif di gardu tol.
Rencananya, sistem baru ini akan mulai diuji coba pada 1 Juni 2023 di Bali. Kemudian, pelaksanaan sepenuhnya di Indonesia ditargetkan pada Desember tahun ini.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit mengatakan uji coba dilakukan bertahap dengan menghilangkan satu gerbang tol. Akan tetapi, gerbang lainnya masih bisa melakukan transaksi nontunai konvensional.
“Kita mulai dengan hilangkan satu gerbang dulu di satu ruas tol untuk MLFF. Sementara, gerbang yang lain tetap bisa digunakan untuk transaksi nontunai dengan kartu elektronik,” kata Danang beberapa waktu lalu.
MLFF mengandalkan perangkat on board unit (OBU) yang bentuknya bisa digital dinamakan e-OBU di aplikasi ponsel Cantas atau fisik OBU yang dipasang di kendaraan.
e-OBU dan OBU terhubung ke teknologi digital Global Navigation Satellite System (GNSS) yang memungkinkan perjalanan pengguna jalan tol dipantau melalui GPS.
Saat e-OBU aktif maka GPS bakal menentukan posisi berdasarkan satelit yang kemudian dicocokan ke pusat sistem MLFF. Setelah pengguna keluar jalan tol maka sistem mengkalkulasi tarif dan memotong dana di dompet elektronik menyesuaikan rute perjalanan.
Namun begitu, bukan berarti sistem ini akan berjalan mulus tanpa kendala. Intelligent Transport System (ITS) Indonesia memaparkan beberapa hal yang diperkirakan bakal menjadi kendala penerapan MLFF.
Menurut Vice President ITS Indonesia Bidang Standarisasi dan Money Resdiansyah setidaknya ada delapan skenario yang mungkin terjadi pada sistem tersebut, berikut daftarnya:
Pertama, GNSS e-OBU atau OBU fisik sengaja dimatikan pengguna jalan untuk menghindari pentarifan jalan tol.
Kedua, GNSS e-OBU atau fisik OBU yang dipasang pada ponsel tidak diposisikan benar untuk menerima sinyal GNSS dan terhubung ke jaringan telepon seluler.
Ketiga, kesalahan perangkat lunak pada GNSS e-OBU atau fisik OBU, seperti versi perangkat lunak tidak diperbarui.
Keempat, baterai ponsel kehabisan daya. GNSS OBU biasanya menggunakan daya pasokan di dalam kendaraan semisal soket pemantik rokok.
Kelima, tidak tersedia paket internet. Salah satu prasyarat GNSS e-OBU atau fisik OBU adalah membeli paket kuota internet dari penyedia telekomunikasi.
Jika paket kuota internet tidak tersedia, maka GNSS e-OBU atau fisik OBU tidak dapat mengirimkan data lokasi ke aplikasi back-end.
Keenam, tidak ada penerimaan seluler. Ketujuh, penipuan identitas atau klasifikasi kendaraan tidak sesuai dengan data yang terdaftar, misalnya untuk mendapat tarif tol yang lebih murah dengan klasifikasi lain (tarif truk dengan mobil).
Kedelapan, beragam operator ruas tol yang bekerja sama dengan multi penerbit UE dan integrator menimbulkan inefisiensi proses dari front end hingga back end.
Source : cnnindonesia.com