Alasan Ekspedisi Bawah Laut Titanic Masih Berbahaya
Written by SKFM on 24 June 2023
Suara Kupang – Hancurnya kapal selam Titan dalam perjalanan ke bangkai kapal Titanic memicu pertanyaan tentang risiko ekspedisi ke kedalaman tersebut, terutama masalah ketahanan kendaraan terhadap tekanan air.
Sebelumnya, kapal selam Titan yang mengangkut lima orang turis melakukan ekspedisi bawah laut, Minggu (18/6). Kapal selam kecil (submersible) itu hilang kontak usai menyelam 1 jam dan 45 menit.
Tim SAR lalu menemukan puing kapal di sekitar 200 meter dari bangkai Titanic. Otoritas terkait menyatakan kapal selam itu meledak saat di bawah laut dan para penumpangnya meninggal.
Jumat (23/6), tim SAR menyebut kapal selam tersebut mengalami ledakan atau catastrophic implosion akibat tekanan air di kedalaman.
Selain soal kekuatan kapal selamnya, sejumlah pertanyaan pun mengemuka mengenai bahaya perjalanan di kedalaman laut.
Berikut beberapa potensi bahaya dari perjalanan ke dasar samudera tersebut, dirangkum dari BBC:
Area gelap
Sinar matahari tidak bisa menembus kedalaman laut lebih dari sekitar 1.000 meter dari permukaan. Di luar titik ini, lautan berada dalam kegelapan abadi.
Sementara, Titanic terletak di wilayah yang dikenal sebagai “zona tengah malam”, sekitar 3.800 meter atau 3,8 km di bawah permukaan laut.
Dengan jarak pandang yang terbatas di luar kapal selam yang diterangi oleh lampu seukuran truk, menavigasi pada kedalaman merupakan tugas yang menantang dan mudah mengalami disorientasi arah di dasar laut.
Memang sudah ada peta terperinci dari situs bangkai kapal Titanic yang disatukan oleh pemindaian beresolusi tinggi selama beberapa dekade. Sonar juga memungkinkan kru untuk mendeteksi fitur dan objek di luar kolam kecil cahaya yang diterangi oleh kapal selam.
Pilot kapal selam juga mengandalkan teknik yang dikenal sebagai navigasi inersia, menggunakan sistem akselerometer dan giroskop untuk melacak posisi dan orientasi mereka sehubungan dengan titik awal dan kecepatan.
Kapal selam Titan OceanGate membawa sistem navigasi inersia mandiri canggih yang digabungkan dengan sensor akustik yang dikenal sebagai Doppler Velocity Log untuk memperkirakan kedalaman dan kecepatan kendaraan relatif terhadap dasar laut.
Meski begitu, penumpang yang melakukan perjalanan sebelumnya ke Titanic dengan OceanGate menggambarkan betapa sulitnya menemukan jalan setelah mencapai dasar laut.
Mike Reiss, seorang penulis komedi TV yang bekerja di The Simpsons dan mengambil bagian dalam perjalanan dengan OceanGate ke Titanic tahun lalu, mengakui itu.
Tekanan amat kuat
Semakin dalam suatu benda bergerak di lautan, semakin besar tekanan air di sekitarnya. Di dasar laut sedalam 3.800 m, Titanic dan segala sesuatu di sekitarnya menahan tekanan sekitar 40 MPa, yang 390 kali lebih besar daripada tekanan di permukaan.
Dinding serat karbon dan titanium kapal selam Titan dirancang untuk memberikannya kedalaman operasi maksimum 4.000 m.
Arus bawah
Meski biasanya tidak sekuat dengan arus permukaan laut, arus bawah laut berbahaya lantaran bisa melibatkan pergerakan air dalam jumlah besar.
Fenomena ini dapat didorong oleh angin di permukaan yang mempengaruhi kolom air di bawahnya, pasang surut air yang dalam, atau perbedaan kerapatan air yang disebabkan oleh suhu dan salinitas, yang dikenal sebagai arus thermohaline.
Peristiwa langka yang dikenal sebagai badai benthic – yang biasanya terkait dengan pusaran di permukaan – juga dapat menyebabkan arus kuat dan sporadis yang dapat menyapu segala hal di dasar laut.
Sementara, informasi soal arus bawah laut di sekitar Titanic didapat dari penelitian yang mempelajari pola di dasar laut dan pergerakan cumi-cumi di sekitar bangkai kapal.
Bagian dari bangkai kapal Titanic, yang pecah jadi dua bagian besar saat tenggelam, diketahui terletak dekat dengan bagian dasar laut yang terkena aliran air dingin yang mengalir ke selatan yang dikenal sebagai Arus Bawah Batas Barat.
Aliran “arus bawah” ini menciptakan bukit pasir yang bermigrasi, riak, dan pola berbentuk pita di sedimen dan lumpur di sepanjang dasar samudra.
Para ilmuwan pun jadi tahu tentang kekuatan arusnya. Sebagian besar formasi yang mereka amati di dasar laut berasosiasi dengan arus yang relatif lemah hingga sedang.
Riak pasir di sepanjang tepi timur ladang puing Titanic, yang isinya percikan barang, perlengkapan, perlengkapan, batu bara, dan bagian kapal yang menyebar saat kapal tenggelam – menunjukkan arus bawah yang mengalir dari timur ke barat.
Sementara, di dalam situs reruntuhan utama, para ilmuwan mengatakan tren arus dari barat laut ke barat daya. Kemungkinan karena potongan bangkai kapal yang lebih besar, mengubah arahnya.
Di sekitar selatan bagian haluan, arus tampaknya amat berubah-ubah, mulai dari timur laut hingga barat laut hingga barat daya.
Banyak ahli memperkirakan masalah arus ini pada akhirnya akan mengubur reruntuhan Titanic dalam sedimen.
Bangkai kapal
Setelah lebih dari 100 tahun tergeletak di dasar laut, Titanic berangsur-angsur terdegradasi. Benturan awal dari dua bagian utama kapal saat bertabrakan dengan dasar laut, memutar dan merusak sebagian besar reruntuhan.
Seiring waktu, mikroba yang memakan besi kapal telah membentuk rusticle, yakni pembentukan karat hingga mirip dengan es atau stalaktit di gua, yang mempercepat kerusakan bangkai kapal.
Faktanya, para ilmuwan memperkirakan bahwa aktivitas bakteri yang lebih tinggi di buritan kapal – sebagian besar disebabkan oleh tingkat kerusakan yang lebih besar – menyebabkan kondisinya memburuk 40 tahun lebih cepat daripada bagian haluan.
Reruntuhan ini pun, jika dipadukan dengan berbagai faktor termasuk arus laut, bisa mengancam ekspedisi.
Sedimen
Sejumlah besar sedimen juga tampaknya mengalir menuruni lereng benua dari pantai Newfoundland untuk menciptakan yang oleh para ilmuwan disebut sebagai “koridor ketidakstabilan”.
Peristiwa ini, yang terakhir kali terjadi puluhan ribu tahun yang lalu, pernah menciptakan lapisan sedimen setebal 100 m.
David Piper, seorang ilmuwan riset geologi kelautan di Geological Survey of Canada, yang telah menghabiskan bertahun-tahun mempelajari dasar laut di sekitar Titanic, menyebut fenomena ini amat jarang terjadi.
Peristiwa lain yang dikenal sebagai arus kekeruhan, dengan air menjadi kental dengan sedimen dan mengalir menuruni lereng benua, lebih sering terjadi dan mungkin dipicu oleh badai.
Namun, katanya, topografi dasar laut di daerah tersebut kemungkinan akan mengarahkan aliran sedimen ke fitur yang dikenal sebagai “Lembah Titanic”, yang berarti tidak akan mencapai bangkai kapal sama sekali.
Source : cnnindonesia