Virus ASF Merebak di NTT, Distribusi Ternak dan Daging Babi Mesti Ditutup Sementara
Written by SKFM on 24 January 2023
Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Peternakan menduga kematian babi di sejumlah daerah di NTT bisa diakibatkan oleh virus African Swine Fever (ASF). Oleh karena itu jalur distribusi ternak maupun daging babi perlu ditutup sementara.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan, drh. Melky Angsar, Jumat (20/1/2023).
Melky mengatakan sampai saat ini baru diketahui kematian puluhan ternak babi akibat positif ASF di Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Kupang. Sedangkan untuk kabupaten lainnya belum bisa dipastikan penyebabnya. Dugaan sementara juga diakibatkan ASF. “Tetapi untuk kabupaten-kabupaten lain memang ada kematian, tetapi belum diambil sampel untuk diperiksa, tapi karena gejalanya mirip-mirip, maka kita menduga ini ASF,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan Disnak NTT belum memiliki data jumlah pasti ternak yang mati. Sampai saat ini Disnak baru merilis babi mati yang terkonfirmasi positif ASF. Sedangkan untuk daerah lain, walau diketahui dari berbagai informasi adanya kematian ternak babi namun belum ada laporan resmi dari Disnak kabupaten ke Disnak Provinsi NTT.
Dalam waktu dekat ini, kata Melki, petugas dari laboratorium veteriner Denpasar akan mengambil sampel ternak babi mati dari berbagai daerah yang telah melapor untuk diperiksa.
Melky meminta agar pemerintah kabupaten/kota se-NTT sebaiknya menutup jalur distribusi ternak babi untuk smentara waktu. Hal ini guna mencegah penyebaran ASF dari satu daerah ke daerah lainnya. Selain itu, perlu memperhatikan sanitasi kandang ternak, termasuk lakukan penyemprotan disinfektan. “Jadi kalau seperti di TTS yah jangan ada babi dari Kupang masuk. Belu juga begitu, jangan ada babi masuk dari TTU. Tunggu saja untuk sementara satu dua bulan ini kita diam-diam di tempat,” jelasnya.
Kendala Pembasmian ASF
Melky Angsar menjelaskan salah satu penyebab ASF merebak di NTT karena kebiasaan masyarakat. Masyarakat di NTT cenderung mengonsumsi daging dari babi yang sakit. “Tidak mau daging babi disia-siakan sehingga babi yang sakit dibunuh dan dijual atau dibagi-bagi ke tetangga. Miris lagi, ketika babi mati dan sudah menjadi mayat pun disembelih dan dikonsumsi,” katanya.
Padahal, kata dia, saat babi sakit artinya di tubuh babi sudah terdapat virus. Ketika daging dibagi-bagi maka virusnya akan menyebar ke mana-mana.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak lagi mengonsumsi daging dari babi yang sakit, apalagi sudah mati. Babi mati sebaiknya dikubur saja. Tidak juga lupa juga untuk dilaporkan ke petugas peternakan setempat. “Kalau dia dikubur di tanah yah kita masih bisa lakukan pemeriksaan seperti otopsi atau pengambilan sampel,” terangnya.
Source : rakyatntt.com